Friday, May 10, 2013

Keistimewaan Bulan Rajab



                                                                    sumber : dari sini


Alhamdulillah hari ini kita berada di penghujung bulan Jumadil Akhir, yang artinya esok hari sudah masuk tanggal 1 Rajab 1434 H. Setiap  pergantian bulan dalam bulan-bulan Hijrah kita disunnahkan untuk berdo’a, terutama ketika melihat hilal atau bulan pada malam harinya. Do’a yang dianjurkan untuk dibaca di setiap awal bulan adalah : Allahu Akbar, Allahumma ahillahu ‘alainaa bilamni wal iimaan wassalaamati walislaam wattaufiiq lima tuhibbu watardha robbunaa waraobbuka Allahu. Artinya, Allah Maha Besar, ya Allah, tampakan bulan tanggal satu itu kepada kami dengan membawa keamanan dan keimanan, keselamatan dan Islam serta mendapat taufik untuk menjalankan apa yang Engkau senang dan rela. Tuhan kami dan Tuhanmu (wahai bulan sabit) adalah Allah. (HR. Tirmidzi 5/204 dan ad Darimi 1/336)
Sudah sering kita mendengar bahwa bulan Rajab ini adalah salah satu bulan yang cukup diistimewakan, dimana bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan haram.
Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati, tiga bulan diantaranya berturut-turut Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya’ban.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah)
Allah juga berfirman dalam Al Qur’an, yang artinya : “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah pada hari Dia menciptakan planet-planet dan bumi, diantaranya ada empat bulan terlarang. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri padanya. Perangilah orang-orang musyrik itu seluruhnya sebagaimana mereka memerangi kamu seluruhnya. Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang memelihara diri.” (QS At Taubah 36)
Empat bulan ini disebut haram karena pada empat bulan ini diharamkan berperang, dan ini adalah ajaran yang telah ada semenjak Nabi Ibrahim dan Nabi Isma’il as. Dan hal ini masih terus dipelihara oleh bangsa Arab sampai masa diutusnya Nabi Muhammad SAW menjadi seorang nabi dan rasul.
Di buku-buku tafsir dan sejarah diceritakan bahwa karena ketaatan bangsa Arab terhadap ajaran ini, sampai-sampai, seandainya ada seseorang yang bertemu dengan pembunuh orang tuanya, atau saudaranya atau sanak familinya pada bulan-bulan ini, maka pertemuan ini tidak sampai menggerakkannya untuk melakukan tindakan balas dendam, padahal orang Arab pada zaman itu terkenal sangat pendendam.
Hikmah yang terkait dengan empat bulan haram ini, sebagaimana yang disebukan dalam Al Qur’an surat At Taubah 36, yaitu:
1. Fala tazhlimu fihinna anfusakum. Singkatnya, pada empat bulan ini, orang-orang yang beriman dilarang menzhalimi diri sendiri.
2. Waqatilul musyrikina kaffatan kama yuqatilunakmu kaffah. Maksudnya, kaum muslimin tidak boleh kehilangan kewaspadaannya dalam empat bulan ini, sebab bisa saja ada pihak-pihak yang tidak mengindahkan larangan berperang ini, lalu mereka menyerang kaum muslimin. Jika hal ini terjadi, kaum muslimin dibenarkan melakukan peperangan untuk membela diri.
3. Wa’lamu annaLlaha ma’al muttaqin. Maksudnya adalah bahwa kaum muslimin hendaklah terus menjaga dan meningkatkan ketaqwaannya agar tetap mendapatkan ma’iyyatuLlah (kebersamaan Allah SWT).
Maksud Menzhalimi Diri Sendiri
Yang dimaksud dengan menzhalimi diri sendiri yang dilarang oleh Allah SWT pada ayat ini adalah:
a. Tidak melakukan perbuatan baik, padahal peluang dan kesempatan terbuka baginya, dan atau
b. Melakukan perbuatan buruk, walaupun dengan alasan ada peluang dan kesempatan sekalipun, terlebih lagi jika untuk melakukan keburukan seseorang sampai ke tingkat “mengorbankan” harta, jiwa dan nyawa.
Menzhalimi Diri Sendiri Berlaku Sepanjang Tahun
Sebenarnya tindakan menzhalimi diri sendiri dilarang oleh Allah SWT sepanjang tahun.
Adapun adanya pelarangan perbuatan ini dalam empat bulan ini bersifat pengukuhan dan penegasan. Seakan-akan Allah SWT berfirman: “Janganlah kamu melakukan perbuatan menzhalimi diri sendiri kapan saja sepanjang tahun, terlebih lagi pada empat bulan haram”.
Kaum Muslimin Mesti Bersatu, Khususnya Saat Menghadapi Keculasan Musuh
Pada taujih Allah SWT yang kedua dijelaskan bahwa kaum muslimin tidak boleh kehilangan kewaspadaannya, sebab bisa jadi ada musuh yang menyerang kaum muslimin pada empat bulan haram.
Dan jika kaum muslimin diperangi oleh musuh pada empat bulan haram, maka kaum muslimin berkewajiban untuk memerangi dan melawan mereka sebagai bentuk bela diri.
Dan dalam hal ini, Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslimin agar dalam menghadapi musuh itu mereka bersatu dan tidak berpecah belah. Istilahnya “kaffatan”. Sebab para musuh pun dalam memerangi kaum muslimin juga bersatu dan beraliansi. Mereka bersepakat untuk menjadikan kaum muslimin sebagai common enemy atau musuh bersama bagi mereka.
Hal ini memberi pengajaran bahwa kaum muslimin diperintahkan untuk terus menjaga dan meningkatkan persatuan dan kesatuan mereka, serta dilarang berpecah belah, khususnya di saat mereka sedang berperang, lebih khusus lagi di saat kaum muslimin diserang, dan lebih-lebih khusus lagi, mereka diperintahkan untuk menjaga dan meningkatkan persatuan dan kesatuan mereka di saat mereka berada di empat bulan haram. Istilah lainnya, mereka diperintahkan untuk terus melakukan konsolidasi, koordinasi dan merapatkan barisan, khususnya pada empat bulan haram ini.
Di antara wujud persatuan adalah ‘adam at-takhadzul (tidak dibenarkan saling membiarkan saudaranya diperangi musuh tanpa memberikan pertolongan, pembelaan dan dukungan apa pun).
Ma’iyyatullah (Kebersamaan Allah SWT)
Pada taujih Rabbani yang ketiga dijelaskan bahwa jika kaum muslimin terus menjaga, memelihara dan meningkatkan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT, sehingga sifat taqwa itu telah melekat kepada mereka, dan karenanya mereka disebut muttaqin, maka mereka akan mendapatkan ma’iyyatullah (kebersamaan Allah SWT)
Yang dimaksud “kebersamaan” di sini adalah kebersamaan atau ma’iyyatullah yang bersifat khusus, dalam arti Allah SWT akan mendukung mereka, membela dan memberi kemenangan kepada mereka dalam menghadapi musuh-musuh mereka. Sebagaimana ma’iyyatullah kepada Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA saat keduanya berada di dalam gua Tsur, sebagaimana diceritakan dalam Q.S. At Taubah 40.
Banyak manusia meyakini bulan Rajab sebagai bulan untuk memperbanyak ibadah, seperti shalat, puasa, dan menyembelih hewan untuk disedekahkan. Tetapi, kebiasaan ini nampaknya tidak didukung oleh sumber yang shahih. Para ulama hadits telah melakukan penelitian mendalam, bahwa tidak satu pun riwayat shahih yang menyebutkan keutamaan shalat khusus, puasa, dan ibadah lainnya pada bulan Rajab, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Al 'Asqalani dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi. Benar, bulan Rajab adalah bulan yang agung dan mulia, tetapi kita tidak mendapatkan hadits shahih tentang rincian amalan khusus pada bulan Rajab.

Lantas, apa yang bisa kita lakukan untuk memuliakan bulan Rajab ini??
Shaum di Bulan Rajab
Shaum dalam bulan Rajab, sebagaimana dalam bulan-bulan mulia lainnya hukumnya sunnah.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah aw. Bersabda:
Puasalah pada bulan-bulan haram (mulya).” Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.
Rasulullah saw. juga bersabda:
“Kerjakanlah ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan hingga kalian bosan”.

Ibnu Hajar, dalam kitabnya “Tabyinun Ujb”, menegaskan bahwa tidak ada hadits, baik sahih, hasan, maupun dha’if yang menerangkan keutamaan puasa di bulan Rajab.
Bahkan beliau meriwayatkan tindakan Sahabat Umar yang melarang mengkhususkan bulan Rajab dengan berpuasa.
Ditulis oleh Imam Asy Syaukani dalam Kitabnya, Nailul Authar, menerangkan bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhamad bin Manshur As Sam’ani yang mengatakan bahwa tidak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus.
Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat.
Namun demikian, sesuai pendapat Imam Asy Syaukani, bila semua hadits yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat untuk dijadikan landasan, maka hadits-hadits yang umum, seperti yang disebut di atas, itu cukup menjadi hujah atau landasan.
Di samping itu, karena juga tak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.
Do’a Bulan Rajab
Bulan Rajab merupakan starting awal untuk menghadapi Bulan Suci Ramadhan. Subhanallah, Rasulullah saw. menyiapkan diri untuk menyambut Bulan Suci Ramadhan selama dua bulan berturut sebelumnya, yaitu bulan Rajab dan bulan Sya’ban. Dengan berdoa dan memperbanyak amal shalih.
Do’a keberkahan di bulan Rajab. Bila memasuki bulan Rajab, Nabi saw. mengucapkan, “Allaahumma Baarik Lana Fii Rajaba Wa Sya’baana, Wa Ballighna Ramadhaana. “Ya Allah, berilah keberkahan pada kami di dalam bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.”
Hadits di atas disebutkan dalam banyak keterangan, seperti dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad di dalam kitab Zawaa’id al-Musnad (2346). Al-Bazzar di dalam Musnadnya -sebagaimana disebutkan dalam kitab Kasyf al-Astaar- (616). Ibnu As-Sunny di dalam ‘Amal al-Yawm Wa al-Lailah (658). Ath-Thabarany di dalam (al-Mu’jam) al-Awsath (3939). Kitab ad-Du’a’ (911). Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah (VI:269). Al-Baihaqy di dalam Syu’ab (al-Iman) (3534). Kitab Fadhaa’il al-Awqaat (14). Al-Khathib al-Baghdady di dalam al-Muwadhdhih (II:473).
Memperbanyak amal shaleh, seperti shaum sunnah, terutama di bulan Sya’ban. Diriwayat oleh Imam al-Nasa’i dan Abu Dawud, disahihkan oleh Ibnu Huzaimah. Usamah berkata pada Nabi saw.
Wahai Rasulullah, saya tidak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Engkau lakukan dalam bulan Sya’ban.’ Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang dilupakan oleh kebanyakan orang. Di bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa.” Allahu a’lam
“Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballignaa Romadhon
Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan.